WARKOP atau biasa kita kenal Warung Kopi, lebih dikenal dengan singkatan Warkop (sebelumnya dikenal juga dengan nama Warkop Prambors dan Warkop DKI), adalah sebuah grup lawak asal Indonesia yang dibentuk oleh Nanu (Nanu Moeljono), Rudy (Rudy Badil), Dono (Wahjoe Sardono), Kasino (Kasino Hadiwibowo) dan Indro (Indrodjojo Kusumonegoro). Nanu, Rudy, Dono dan Kasino adalah mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Jakarta sedangkan Indro kuliah di Universitas Pancasila, Jakarta. Mereka pertama kali meraih kesuksesan lewat acara Obrolan Santai di Warung Kopi yang merupakan garapan dari Temmy Lesanpura, Kepala Bagian Programming Radio Prambors. Acara lawakan disiarkan setiap Jumat malam antara pukul 20.30 hingga pukul 21.15 WIB dan disiarkan oleh radio Prambors yang berkantor pusat di kawasan Mendut, Prambanan, Borobudur, alias Menteng Pinggir. Dalam acara itu, Rudi Badil dalam obrolan sering berperan sebagai Mr. James dan Bang Cholil. Indro yang berasal dari Purbalingga berperan sebagai Mastowi (Tegal), Paijo (Purbalingga), Ubai atau Ansori. Kasino yang asli Gombong perannya bermacam-macam: Mas Bei (Jawa), Acing/Acong (Tionghoa), Sanwani (Betawi) dan Buyung (Minang). Nanu yang asli Madiun sering berperan sebagai Poltak (Batak) sedangkan Dono sendiri hanya berperan sebagai Slamet (Jawa). Sekarang yang tertinggal sendiri adalah Indro karena yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu adalah Dono dan Kasino.
Awal mula
Grup ini bermula dari sebuah acara radio yang digagas oleh Temmy Lesanpura, seorang produser hiburan radio Prambors Rasisonia di Jakarta. Tahun 1974, Temmy bertemu dengan Kasino, Nanu Moeljono, dan Rudy Badil, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang memang terkenal suka membuat humor di depan teman-temannya.[1] Temmy yang mengepalai Radio Prambors berhasil meyakinkan ketiganya untuk mengisi acara setiap hari kamis malam pada pukul 20.30 sampai 21.15 WIB. Tak ada persiapan apapun, tetapi karena memang mereka menghibur dengan hati dan otak, ide-ide lawakan selalu muncul sebelum mereka siaran. Acara yang bertajuk “Obrolan Santai di Warung Kopi” tersebut terbukti bisa menarik perhatian para pendengar.
Setahun kemudian, Dono, rekan mereka di UI bergabung bersama grup lawak tersebut. Mereka berempat cukup dikenal oleh penggemar radio Prambors dengan lawakannya yang segar dan berisi. Pada tahun 1976, Indro, mahasiswa Universitas Pancasila yang paling muda usianya diajak bergabung. Kelimanya kemudian dikenal sebagai punggawa acara Warkop Prambors yang populer di radio tersebut pada medio 1970-an. Saat itu Warkop beranggotakan lima orang yaitu Kasino, Nanu, Rudy Badil, Dono, dan Indro sangat ramai diperbincangkan oleh publik, hingga akhirnya mereka ditawari untuk tampil di panggung. Baru pada acara Terminal Musikal (asuhan Mus Mualim), grup Warkop Prambors baru benar-benar lahir sebagai bintang baru dalam dunia lawak Indonesia. Acara Terminal Musikal sendiri tak hanya melahirkan Warkop tetapi juga membantu memperkenalkan grup PSP, yang bertetangga dengan Warkop. Sejak itulah honor mereka mulai meroket, sekitar Rp 1.000.000 per pertunjukan atau dibagi empat orang, setiap personel mendapat Rp 250.000.
Mereka mendapat banyak tawaran dalam berbagai kesempatan tampil di acara hiburan panggung. Lawakan mereka yang berkelas mahasiswa, tidak kampungan, ataupun pasaran, membuat mereka tampil beda dibanding grup-grup lawak lainnya yang telah lebih dahulu populer di tanah air.[1] Sayang pencapaian grup Warkop hingga kemudian menjadi terkenal dan menjadi legenda tidak dilalui bersama-sama oleh kelima anggotanya. Pada saat sudah naik di atas panggung, Rudy Badil selalu mengalami demam panggung yang tak bisa diatasinya. Ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari Warkop lantaran merasa demam panggung tersebut. Keempat rekannya meneruskan kiprah impian mereka dalam berbagai kesempatan yang mereka peroleh dalam dunia hiburan panggung, yang kemudian berlanjut pada rekaman kaset, dan film. Mundurnya Rudy Badil membuat ia sebagai satu-satunya anggota yang tidak terlibat dalam satupun film yang dibintangi oleh para anggota Warkop.
Era film
Setelah puas manggung dan mengobrol di udara, Warkop mulai membuat film-film komedi yang selalu laris ditonton oleh masyarakat. Dari filmlah para personel Warkop mulai meraup kekayaan berlimpah. Film pertama yang mereka bintangi dalam bendera Warkop Prambors adalah film komedi yang berjudul Mana Tahan. Film tersebut dirilis pada tahun 1979, menampilkan beberapa artis terkenal masa itu seperti Rahayu Effendi, Kusno Sudjarwadi, dan Elvy Sukaesih. Kesuksesan film tersebut menyebabkan berlanjutnya tawaran film-film bergenre komedi berikutnya kepada mereka.[1] Dengan honor Rp 15.000.000 per satu film untuk satu grup, maka mereka pun kebanjiran uang, karena tiap tahun mereka membintangi minimal 2 judul film pada dekade 1980 dan 1990-an yang pada masa itu selalu diputar sebagai film menyambut Tahun Baru Masehi dan menyambut Hari Raya Idul Fitri di hampir semua bioskop utama di seluruh Indonesia.
Pada film-film pertama mereka yang diproduksi oleh Bola Dunia Film, personel Warkop memerankan tokoh Slamet (diperankan oleh Dono), Sanwani (Kasino), dan Paijo (Indro) contohnya dalam Mana Tahan. Namun, dalam film-film selanjutnya, mereka memerankan nama asli mereka (Dono, Kasino, Indro).
Namun perjalan karier itu hanya diikuti oleh Kasino, Dono, dan Indro saja. Nanu Moeljono, setelah sempat membintangi film Mana Tahaaan… bersama mereka, memutuskan mengundurkan diri pada tahun 1979. Ditinggalkan oleh Nanu, Warkop hanya terdiri dari tiga orang dan grup lawak ini masih berjalan seperti biasa. Meskipun hanya bertiga, dipimpin oleh Kasino, mereka masih tetap bisa menghibur para penggemarnya. Ketiganya kemudian bahkan semakin berkibar dengan rentetan film-film komedi yang meledak di pasaran.[1]
Untuk mengisi peran yang ditinggalkan Nanu, Warkop Prambors pada beberapa film mereka di awal tahun 1980-an sempat beberapa kali menggunakan beberapa pemain pembantu yang bisa mengimbangi mereka bertiga sebagai tokoh sentral komedi. Diantaranya adalah Dorman Borisman dan Mat Solar. Namun dalam perkembangannya mereka akhirnya lebih memilih tampil bertiga saja sebagai pemeran utama dan tokoh sentral dalam film-film berikutnya. Popularitas mereka bertiga semakin populer lewat film-filmnya yang semakin dikenal dan dicintai masyarakat.
Di luar Warkop, Nanu sempat membintangi sebuah film lain berjudul Kisah Cinta Rojali dan Zuleha pada tahun yang sama. Setelah membintangi film tersebut, Nanu kemudian menghilang dari dunia hiburan. Ia menderita sakit yang cukup parah hingga akhirnya meninggal pada 22 Maret 1983 di usia 30 tahun karena penyakit kanker ginjal. Nanu dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir.
Selanjutnya perjalanan grup ini dikenal dengan Trio Dono-Kasino-Indro atau DKI (yang merupakan plesetan dari singkatan Daerah Khusus Ibukota). Ini karena nama mereka sebelumnya Warkop Prambors memiliki konsekuensi tersendiri. Selama mereka memakai nama Warkop Prambors, maka mereka harus membayar royalti kepada Radio Prambors sebagai pemilik nama Prambors. Maka itu kemudian mereka mengganti nama menjadi Warkop DKI, untuk menghentikan praktik upeti itu. Nama “DKI” sendiri mulai digunakan pada tahun 1986.
Era televisi
Dalam era televisi swasta dan menurunnya jumlah produksi film, Warkop DKI pun mulai menyapa masyarakat lewat serial sinetron komedi yang ditayangkan di Indosiar pada tanggal 11 Mei 1995 hingga 31 Mei 2003, garapan Soraya Intercine Films yang menampilkan Warkop DKI bersama Karina Suwandi dan Roweina Umboh.
Indro Berperan sebagai dirinya sendiri dengan peran istri oleh Karina Suwandi
Kasino Berperan sebagai dirinya sendiri dengan peran istri Roweina Umboh
Dono Berperan sebagai kakak dari Karina Suwandi sekaligus iparnya dari |Indro
Kasino dan Roweina adalah tetangga dari Indro, Karina, dan Dono
Sinetron ini menjadi laris ditonton masyarakat. Namun, di tengah episode, Kasino mulai jarang terlihat. Bahkan, ia mulai mengenakan wig karena rambut yg semakin rontok & tampilan wajahnya menjadi pucat. Hal ini disebabkan karena Kasino jatuh sakit dan tidak bisa melanjutkan syuting hingga akhirnya meninggal dunia di tahun 1997.
Sepeninggal Kasino, personil yang tersisa hanya Dono dan Indro. Mereka tak bisa membawa nama Warkop DKI karena DKI merupakan kepanjangan dari Dono, Kasino, dan Indro. Maka dari itu, Indro mengubah nama grup menjadi Warkop saja dan kemudian judul sinetron yang mereka bintangi pun dirombak total dengan format miniseri televisi dengan judul Warkop Millenium pada tahun 1998.
Kejayaan kedua personil terakhir Warkop DKI tersebut tidak bertahan lama. Pada tanggal 30 Desember 2001, Dono meninggal dunia akibat penyakit sesak napas yang sudah lama diidapnya. Dunia hiburan tanah air dikejutkan oleh berita komedian yang sangat populer dengan wajah khas bemo nya ini. Sepeninggal Dono, pembuatan sinetron yang masih dibintanginya bersama Indro itu pun terhenti. Sebelum wafat, Dono juga sempat berpesan kepada Indro agar tetap meneruskan nama besar Warkop hingga akhir hayatnya.
Personil
Dari semua personel Warkop, mungkin Dono lah yang paling intelek, walau ini agak bertolak belakang dari profil wajahnya yang ‘ndeso’ itu. Dono bahkan setelah lulus kuliah menjadi asisten dosen di FISIP UI tepatnya jurusan Sosiologi. Dono juga kerap menjadi pembawa acara pada acara kampus atau acara perkawinan rekan kampusnya. Kasino juga lulus dari FISIP. Selain melawak, mereka juga sempat berkecimpung di dunia pencinta alam. Hingga akhir hayatnya Nanu, Dono, dan Kasino tercatat sebagai anggota pencinta alam Mapala UI.
Sumber Wikipedia